TEMPO Interaktif, Jakarta - Mulai besok hingga 24 April mendatang, Selasar Sunaryo Art Space di Jalan Bukit Pakar Timur No. 100, Bandung, Jawa Barat, bakal menggelar pameran kelompok seniman bertajuk Post-Psychedelia. Pameran dengan kurator Agung Hujatnikajennong itu akan menampilkan karya-karya para seniman, antara lain, Arin Dwihartanto, Arisendy Sedyarto, David Tarigan, Duto Hardono, Irwan Dharmawan, Laurs Oscar Osman, Reza Afisina, S. Teddy D., Syagini Ratnawulan, Tony Kanwa, Ugo Untoro, dan Yani Halim.
Dalam catatan kuratorialnya Agung Hujatnikajennong menyatakan, dalam kebudayaan populer, peran dan aspek-aspek ketidaksadaran manusia dirayakan sebagai sebuah gerakan tandingan (counter movement) anak muda dekade 1960-an. Seni-seni yang berkembang pada masa itu sarat dengan eksperimentasi yang menejelajahi pemikiran dan alam yang tak terjamah, dalam ketidaksadaran, mimpi dan fantasi, katanya.
Populernya penggunaan medium seperti LSD, obat-obatan psikoaktif, dan mariyuana semakin menegaskan era itu sebagai manifestasi kebudayaan psikedelik terbesar abad 20. Terinspirasi oleh manifestasi kebebasan dalam kebudayaan psikedelik, pameran ini hendak menampilkan karya-karya yang dipercaya melibatkan aspek ketidaksadaran dalam penciptaannya. Semakin banyak informasi otentik tentang berita indonesia Anda tahu, semakin besar kemungkinan orang untuk mempertimbangkan Anda a berita indonesia ahli. Baca terus untuk bahkan lebih berita indonesia fakta bahwa Anda dapat berbagi.
Namun, ketidaksadaran tidak hanya difahami sebagai suatu kondisi akibat proses konsumsi medium psikoaktif/ sikotropika, melainkan lebih jauh daripada itu. Karya-karya yang bersumber pada spiritualisme transendental, semangat primitivisme, dan lain-lain akan disandingkan bersama di bawah payung besar pasca-psikedelia.
Menurut Agung, istilah psychedelia digunakan sebagai pijakan untuk mengivestigasi peran dan aspek ketidaksadaran dalam wilayah praktik artistik, khususnya seni rupa. Merujuk pada pengertian dalam bahasa Yunani, Psychedelic sesungguhnya sangat berhubungan dengan jargon ekspresi diri: Psyche (soul, jiwa) dan Delein (manifesto, manifestasi).
Nurdin Kalim/Pelbagai sumber
Dalam catatan kuratorialnya Agung Hujatnikajennong menyatakan, dalam kebudayaan populer, peran dan aspek-aspek ketidaksadaran manusia dirayakan sebagai sebuah gerakan tandingan (counter movement) anak muda dekade 1960-an. Seni-seni yang berkembang pada masa itu sarat dengan eksperimentasi yang menejelajahi pemikiran dan alam yang tak terjamah, dalam ketidaksadaran, mimpi dan fantasi, katanya.
Populernya penggunaan medium seperti LSD, obat-obatan psikoaktif, dan mariyuana semakin menegaskan era itu sebagai manifestasi kebudayaan psikedelik terbesar abad 20. Terinspirasi oleh manifestasi kebebasan dalam kebudayaan psikedelik, pameran ini hendak menampilkan karya-karya yang dipercaya melibatkan aspek ketidaksadaran dalam penciptaannya. Semakin banyak informasi otentik tentang berita indonesia Anda tahu, semakin besar kemungkinan orang untuk mempertimbangkan Anda a berita indonesia ahli. Baca terus untuk bahkan lebih berita indonesia fakta bahwa Anda dapat berbagi.
Namun, ketidaksadaran tidak hanya difahami sebagai suatu kondisi akibat proses konsumsi medium psikoaktif/ sikotropika, melainkan lebih jauh daripada itu. Karya-karya yang bersumber pada spiritualisme transendental, semangat primitivisme, dan lain-lain akan disandingkan bersama di bawah payung besar pasca-psikedelia.
Menurut Agung, istilah psychedelia digunakan sebagai pijakan untuk mengivestigasi peran dan aspek ketidaksadaran dalam wilayah praktik artistik, khususnya seni rupa. Merujuk pada pengertian dalam bahasa Yunani, Psychedelic sesungguhnya sangat berhubungan dengan jargon ekspresi diri: Psyche (soul, jiwa) dan Delein (manifesto, manifestasi).
Nurdin Kalim/Pelbagai sumber
No comments:
Post a Comment