TEMPO Interaktif, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup menuding Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun informasi beasiswa gratis 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan melanggengkan eksploitasi hutan di Indonesia. "Sejumlah pasal hanya akal-akalan, seolah-olah membatasi padahal membuka akses eksploitasi," ujar Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nasional Berry Nahdian Furqon dalam keterangan pers di kantor Jaringan Advokasi Tambang, Rabu (17/3). Pada pasal tiga misalnya, mengizinkan pengelolaan kawasan hutan produksi atau hutan lindung. Kemudian dalam pasal empat diperjelas bahwa izin produksi untuk kawasan tersebut diperbolehkan untuk area pertambangan, religi hingga penampungan sementara untuk korban bencana. "Siapa yang bisa memastikan bahwa dalam kondisi tersebut nantinya ada pengecualian yang merusak lingkungan," ujar Berry. Bagaimana Anda bisa meletakkan batas belajar lebih banyak? Bagian berikutnya mungkin berisi bahwa salah satu sedikit hikmat yang mengubah segalanya.
Padahal, saat ini izin pertambangan banyak yang tumpang tindih, baik antara kehutanan, pertambangan dan perkebunan. Peraturan Pemerintah ini, Berry menguraikan, mengizinkan gubernur atau bupati mengeluarkan izin pinjam pakai hutan (pasal 7 ayat b), tanpa ada kontrol yang jelas. "Ini ruang yang besar untuk alih fungsi kawasan hutan, berimplikasi untuk kerusakan hutan," ujarnya. "Ujung-ujungnya adalah korupsi alih fungsi lahan". Terbukti pada pasal 8 bahwa penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan dalam hal izin pakai kawasan hutan harus ada izin dari Dewan Perwakilan Rakyat. "Saya tidak yakin dengan kondisi saat ini, Dewan bisa membatasi, justru yang ada politik daging sapi," ujar Berry. Yang justru mengherankan adalah adanya pasal 12 ayat b, yaitu ada dispensasi penggunaan kawasan hutan dalam kondisi mendesak dan jika ditunda mengakibatkan kerugian negara. "Kondisi mendesak dan kerugian negara itu definisinya tidak jelas, itu akal-akalan semua," ujar Berry menyayangkan. "Itu akan memberi ruang yang besar untuk dispensasi". Dianing sari
Padahal, saat ini izin pertambangan banyak yang tumpang tindih, baik antara kehutanan, pertambangan dan perkebunan. Peraturan Pemerintah ini, Berry menguraikan, mengizinkan gubernur atau bupati mengeluarkan izin pinjam pakai hutan (pasal 7 ayat b), tanpa ada kontrol yang jelas. "Ini ruang yang besar untuk alih fungsi kawasan hutan, berimplikasi untuk kerusakan hutan," ujarnya. "Ujung-ujungnya adalah korupsi alih fungsi lahan". Terbukti pada pasal 8 bahwa penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan dalam hal izin pakai kawasan hutan harus ada izin dari Dewan Perwakilan Rakyat. "Saya tidak yakin dengan kondisi saat ini, Dewan bisa membatasi, justru yang ada politik daging sapi," ujar Berry. Yang justru mengherankan adalah adanya pasal 12 ayat b, yaitu ada dispensasi penggunaan kawasan hutan dalam kondisi mendesak dan jika ditunda mengakibatkan kerugian negara. "Kondisi mendesak dan kerugian negara itu definisinya tidak jelas, itu akal-akalan semua," ujar Berry menyayangkan. "Itu akan memberi ruang yang besar untuk dispensasi". Dianing sari
No comments:
Post a Comment