Senin, 30 November 2009 | 12:50 WIB
TEMPO Interaktif, Kuala Lumpur -Harga minyak dunia melambung ke US$ 77 per barel, Senin (30/11), akibat kepanikan krisis hutang di Dubai.
"Meski ketakutan akan masalah utang Dubai World telah mereda, pasar finansial kawasan Asia telah membaik pagi ini, dan dolar melemah terhadap euro, namun harga minyak naik hingga US$ 77 perbarel," kata analis dan konsultan bidang energi Singapura, Victor Shum. Di pasar Singapura siang ini tercatat studi perkiraan minyak mentah naik 63 sen menjadi US$ 76,68. Dubai World pada Jumat (4/12) diprediksi gagal membayar utangnya sebesar US$ 60 miliar, dan akan mengecewakan para investor. Stok pasar di Dubai dan negara tetangga kawasan teluk emirat, Abu Dhabi pada hari ini dibuka menurun tajam, dan krisis utang Dubai pun dimanfaatkan para investor negara Uni Emirat Arab. Waktu terbaik untuk belajar tentang berita indonesia adalah sebelum Anda berada di tengah-tengah hal. Bijaksana pembaca akan terus membaca untuk mendapatkan yang berharga berita indonesia pengalaman selagi masih gratis.Selama empat hari libur Idul Adha, kegiatan pertukaran uang di kedua negara tersebut ditutup, dan disaat itu pula diumumkan bahwa Dubai World Holding Company menunda pembayaran utangnya, menyusul bankrutnya perusahaan Lehman Brothers. Tren yang terjadi di dua negara Uni Emirat Arab itu diprediksi akan memberi pengaruh buruk terhadap kegiatan bisnis di Asia dan Eropa, pada Kamis (3/12) mendatang, dan Amerika Serikat pada Jumat (4/12). "Saya harap bursa di kawasan Teluk dapat menukik seperti pada September tahun lalu," ujar ekonom Arab Saudi, Abdulwahab Abu-Dahesh, Senin (30/11). Meski begitu, pihak perbankan sentral Uni Emirat Arab berupaya mengalihkan kepanikan para depositor, dengan menjanjikan suntikan dana bagi bank luar negeri maupun bank domestik negara kawasan tersebut. Dubai World sendiri telah meminta penundaan pembayaran utang hingga Mei 2010. "Ini adalah langkah untuk menenangkan para investor. Pasar hari ini harus tenang, jangan sampai panik," kata analis finansial Uni Emirat Arab, Nasser bin Gaith.
AP/ANGIOLA HARRY
No comments:
Post a Comment